“kenapa ya hidup kayak gini?”

kayak biasa, cuma malam dingin penuh pertanyaan dari pemuda manis itu.

“kalau aku ngelangkah di pijakan lain waktu mulai bakal kayak gimana ya?” tanya chenle lagi. dia nggak berharap suatu jawaban, cuma pengin ngelegain hati aja.

pemuda yang duduk di sebelahnya nolehin kepala, “kalau kamu ngelangkah di tempat lain?”

“iya.”

“aku sedih,” katanya.

“kenapa?” tanya chenle ke jisung.

“apa aku bakal ketemu kamu kalau kamu ngelangkah di jalan lain?” tanya jisung sambil kembali mandang langit gelap di depannya.

“ah...” lirih chenle.

“kamu keren. masih bisa bertahan sampai sekarang dan bahkan dapet bonus ketemu cowok ganteng kayak aku,” kata jisung.

chenle ngedengus, “pede banget.”

jisung ketawa pelan dengar dengusan sang kekasih. tangannya ngebawa tangan chenle ke atas pahanya.

“takut itu wajar. apalagi kamu nggak tau besok ada apa, apalagi kamu nggak pengin ngelangkah di jalan ini,” ujar jisung sembari ngelus lembut punggung tangan kekasihnya. dia natap chenle yang sedaritadi sudah natap dia intens, “kamu keren bisa ngelakuin yang terbaik walau di tempat yang nggak kamu mau.”

chenle ngelebarin senyumnya waktu tangan besar jisung nangkup pipinya.

thank you, ji,” gumam chenle.

jisung ngangguk pelan, “anytime, you have me.”

kayak biasa juga, dinginnya diubah jadi hangat oleh pemuda lainnya.

—jo, 22 october 2021.