suara ketuk pintu jam satu dini hari itu buat chenle tolehkan kepalanya secepat kilat. dia masih bangun untuk periksa beberapa berkas pekerjaannya di kamar tidur tamu.

beberapa hari ini chenle terus tidur di rumah jisung tapi pisah kamar karena kasihnya itu sedang batuk parah, kalau bisa dicegah agar chenle tidak tertular kenapa tidak? tapi karena itu pula jisung yang memang dasarnya sudah lesu jadi lebih lesu lagi. lagi sakit maunya dimanja-manja tapi malah seperti dijauhi gini.

malam ini sungguh jisung tidak bisa tidur. bisa sih tidur, tapi beberapa menit kemudian kembali bangun—sangat tidak nyenyak. akhirnya nekat dia ketuk pintu kamar yang chenle tempati malam itu.

“masuk, cinta,” kata chenle setelah menduga kalau yang mengetuk tadi jisung. dahinya berkerut ketika sadar pipi lelaki jangkung di hadapannya sudah berhias air mata.

“sumpah bi nggak bisa tidur, pusing...” rengek jisung dengan suara seraknya. air matanya kembali mengalir ungkap sakit yang dia rasa—ya, fisik dan batin. jisung tangkupkan kedua tangannya, “sekali aja ya...”

chenle cekatan matikan ipadnya dan bereskan kasur. “sini sayang,” perintah chenle sambil bentangkan selimutnya. jisung langsung lari tubruk tubuh chenle. selimut yang tadi dibentang sekarang sudah tutup keduanya hangat.

“maaf ya gummy... besok bobok bareng bibi lagi aja ya? maafin aku ya...” gumam chenle barengi isak tangis jisung yang kembali muncul. “masih panas ya? mau minum obat lagi atau aku kompres?” tawar chenle setelah cek suhu tubuh kasihnya lewat punggung tangan.

“nggak,” jawab jisung yang masih sesenggukan. punggung lebarnya diusap penuh sayang oleh chenle.

“gelasnya gum di kamaar, pindah aja yuk? akunya bobok sana juga kok. yuk? pindah dulu baru bobok lagi.” dengan sayang dia sisir rambut berminyak jisung yang sudah hampir tiga hari tidak bisa sentuh hair. chenle iseng endus bau rambut lelaki di dekapannya, “hii bauuu...”

“jahat,” kata jisung sambil angkat wajahnya.

“iya jahat ini vananya ya? maaf ya...” kata chenle lembut. wajah sendu jisung dia usap lembut. kecupan ringan chenle beri di kening jisung. “nangisnya udahan dong...” keluh chenle sambil tarik lembut kepala jisung buat bersandar kembali di dadanya.

“pegel banget, pusing,” keluh jisung di sela tangisnya.

“mau aku pijetin?” tawar chenle.

kepala jisung gerak kanan-kiri, “nggak. peluk aja.”

“bobok sini aja?” tanya chenle yang dibalas anggukan singkat dari jisung. “tapi vananya ambil obat sama gelas gum dulu, kamunya makin panas minum obat lagi aja,” lanjutnya.

“panasnya nggak turun-turun...” lirih jisung.

“iya, makanya minum obat lagi ya?”

“iya...”

“bentar ya? aku ke kamar sebentar aja, ambil minum sama obat.” chenle lepas peluk jisung perlahan untuk ambil beberapa barang di kamar sendiri.

“sama linen spray-ku bibi,” celetuk jisung sebelum chenle pergi.

“siap, tunggu ya?”

setelah chenle pergi, jisung langsung ubah posisi tidurnya jadi tengkurap. bantal yang samar tercium parfum chenle itu dia hirup baunya.

“yuk mik obat dulu.” celetukan chenle buat jisung ubah posisi tidurnya kembali. perlahan jisung dudukan tubuhnya dan bersandar di kepala ranjang. sodoran gelas dan satu butir obat dari chenle dia terima.

“besok aku cuti deh, sabtu juga yang les sedikit. masih bisa di-handle yang lain,” ujar chenle sambil semprotkan linen spray kesukaan jisung ke bed cover dan selimut.

“udah nggak tega ceritanya ini,” ejek jisung. gelas di tangannya dia taruh ke nakas samping kasur.

“iya duh kasian banget golden retriever gue sakit sampe nangis-nangis tengah maleem...” ejek chenle sebelum naik ke atas kasur menyusul jisung.

“beneran nggak masuk besok?” tanya jisung pelan. tubuhnya perlahan dia gerakkan untuk menyandar pada tubuh yang lebih kecil.

“iya,” jawab chenle yakin. dia usap lembut pipi kasihnya yang kini sudah sandarkan kepala di dadanya. “bobok sekarang,” lanjutnya.

“besok kalau masih nggak turun panasnya kita ke rumah sakit,” ujar chenle sambil usap rambut jisung.

“hm... tadi bingung nggak aku nangis-nangis...?” lirih jisung.

chenle tertawa pelan. dia matikan lampu kamar dan nyamankan tubuh peluk lelaki lain di ruangan. “iya, cengeng banget ah gum sekarang.”

“yakan sakit bi...” rengek jisung.

“aku sakit aja nggak sampe nangis-nangis,” ujar chenle.

“yakan aku temenin!”

“iya deh si paling selalu ada,” ejek chenle. dia mulai pejamkan mata dengan tangannya yang terus usap lembut punggung jisung.

“bi... lo kalau eneg sama gue tinggal aja nggak papa, sebelum nikah,” lirih jisung sambil lepas pelan rengkuhannya di tubuh chenle.

“heh! omongannya!” seru chenle. tubuh jisung dia tarik dan didekap erat. tangannya bergerak pijat lembut tengkuk jisung, “diem, bercanda doang aku. udah, tidur.”

“pengen ikan nila goreng sama sambel terasi.”

“siap yang mulia gumelar, besok akan hamba hidangkan sesuai permintaam yang mulia.”

“sama mau satu paket cium.”

“iya daaah yang haus afeksiiii... maaf ya.”

“iya.”

“gum–”

“tidur, cinta.”

“ya... cepet sembuh ya, ganteng.”

—fin.