soal sandaran.

cw // mental breakdown

pusing sumpah pusing. ala ini selalu rutuki diri kalau mulutnya keluarkan sedikit keluh kesah soal hidup. sudah enak-enak dapat orang tua baik, diberi nafkah, diberi rumah, diberi apa yang diperlukan, tapi masih aja keluhkan soal ini itu. gadis sma ini pasang topeng terbaiknya untuk tutup semua suntuk di wajah agar sang daddy dan papi tidak ada khawatir apa-apa.

tapi ya sabar ada batasnya. lelah, kesal, jenuh, semua ada batasnya. malam ini sudah lebihi batas yang bisa ala tampung. lelah tampung tanggung jawab yang banyak diberi kepadanya. jenuh dengan semua rentetan kata yang harus dia susun sedemikian rupa untuk perizinan berlangsungnya acara organisasi. kesal, kesal temannya banyak yang tidak bisa diajak kerja sama.

malam ini ala beranikan diri untuk berlari sambil seru lelah ke papinya di kamar. masa bodoh apa tanggapan lelaki jangkung itu, yang penting ala sudah berani jujur kalau kondisinya tidak sebaik yang dikira.

“adek kenapa?” tanya jisung tenang saat anak satu-satunya itu masuk ke kamar dengan air mata yang sudah membanjiri pipi.

“papi!” seru ala yang sudah menyembunyikan wajahnya di kasur sang papi.

“adek pindah ke atas dulu sini, boleh? dingin itu di lantai. yuk pindah atas dulu,” bujuk jisung. tangannya telaten usap lembut rambut legam ala, coba tenangkan diri sang anak yang masih menangis keras. lelaki itu akhirnya mengalah karena ala tidak juga beri pergerakan. tubuhnya dia bawa bergerak menuju samping ala yang masih terduduk di lantai.

“sini yuk papi gendong,” ujar jisung sambil lembut raih pinggang gadisnya. dalam hati jisung ucap syukur karena ala tidak berontak untuk direngkuh. dia gendong anak kesayangannya seperti biasa jisung gendong sang suami.

“capek papi,” keluh ala di tengah sesenggukannya.

“iya, nanti istirahat ya? sudah bisa istirahat kan adek?” tanya jisung. badannya dia goyang kanan kiri sambil tepuk pantat ala pelan seperti tenangkan bayi yang menangis.

“sudah, tinggal di-print,” jawab ala lirih.

nggih, nanti papi print-kan ya?”

“capek pap gum, nggak kuat...”

keluhan yang dia dengar tidak langsung ditanggapi. jisung biarkan gadis di gendongannya tenang lebih dulu.

dad van pulang jam berapa?” tanya ala pelan. tangisnya sudah reda berkat usapan dari sang papi.

“tadi sudah di jalan kok, tunggu ya...” jawab jisung. “mau mimik teh dulu? papi bikinkan,” tawarnya kemudian.

“nggak... mau bobok aja,” jawab ala sambil usak wajahnya di leher sang papi.

jisung terbitkan senyum tipis, “nggak nungguin daddy?”

“ngantuk...”

“mau bobok digendong papi atau di kasur?” tanya jisung.

“di gendong...”

“ya...” ujar jisung pelan. dia kecup dalam pelipis ala. “adek, papi ada cerita,” kata jisung.

“apa papi?” tanya ala penasaran.

“papi dulu juga banyak jatuhnya, lemah juga. waktu masih labil buat milih sandaran waktu butuh,” kata jisung sebagai awal dari ceritanya malam ini. “terus akhirnya papi sama daddy percaya satu sama lain buat jadi sandaran kalau lagi nggak kuat, kalau lagi mau nyerah,” lanjutnya.

jisung tepuk-tepuk pelan pantat gadis cantiknya, “masalah itu datang terus, jadi harus cari sandaran yang bisa bantu dalam jangka waktu panjang. ala belum waktunya buat cari pasangan hidup memang. tapi ala punya papi, punya daddy. pap dad nggak bakalan pergi dari sisi ala.”

“ala itu masih ada kuatnya, tapi tinggal sedikit. nah kalau sudah kayak gitu, ala minta ke papi atau daddy. papiii, ala nggak kuat. boleh minta kuatnya papi? gitu...” ujar jisung lagi. jemarinya sekarang usap-usap rambut ala, “adek bisa minta cium papi, bisa minta peluk papi. mau cerita juga boleh banget, kalau papi ada saran ya papi beri... kalau nggak ada ya cuma papi dengarkan.”

“adek bilang-bilang kalau ada masalah, biar capeknya nggak melebihi batas kayak tadi itu. paham cinta? kan sudah papi dan daddy bilang, kalau ada masalah apapun bilang ke kami. nanti kalau misalnya masalahnya itu karena adek sendiri terus adek nggak sadar? nggak bisa introspeksi tuh. ngerti adek?” nasihat jisung.

“iya papi, paham...” lirih ala.

“sudah sekarang tidur ya cintanya papi daddy, biar besok seger,” ucap jisung. badannya masih setia dia goyangkan kanan kiri, sekarang sambil jalan keliling kamar—persis seperti tidurkan bayi.

“pengen sarapan french toast.”

“siap, besok papi masakin.”

“makasih papi, i love you.”

i love you more, princess.”

—fin.