senin sore
candra sampai ke sungai kota lebih sore dari biasanya karena ada keperluan osis yang harus dia urus. selesai memarkirkan motornya dia langsung berjalan menyusuri pinggir sungai keruh itu tanpa menatap sekitarnya.
candra berhenti mendadak ketika ada tangan yang menghalangi langkahnya.
“hm?” gumam candra bingung. kepalanya dia tolehkan untuk melihat tangan milik siapa yang menghalanginya.
“sini aja,” celetuk orang itu. candra mendengus pelan ketika sadar bahwa itu dalu.
“nggak sopan,” cibir candra sembari mendudukkan tubuhnya di samping dalu. pemuda itu melepaskan tas dari punggungnya kemudian dia lempar tepat di sampingnya.
“permen,” ujar dalu sambil mengulurkan satu batang permen ke arah candra. pemuda yang lebih pendek langsung ngeraih permen dengan rasa stroberi tersebut.
“kamu nge-stalk saya ya?” tanya candra sambil melepas jas almamaternya.
“geer,” jawab dalu.
“terus kenapa bisa dapat insta saya?” tanya candra lagi. tangannya sibuk membuka bungkus permen yang dalu berikan sembari menunggu pemuda di sebelahnya menjawab pertanyaan yang dia lontarkan.
“gabut aja,” jelas dalu.
“sudah dari tadi?” tanya candra.
“iya.”
keduanya diam setelah itu. dalu yang diam memperhatikan bangunan di depannya sedangkan candra yang masih asyik memakan permennya.
“candra?” panggil dalu.
“ya?”
“can you be my friend?” tanya dalu.
“why not?” balas candra. dia ngulurin telapak tangannya ke dalu, “aku nggak punya temen.”
dalu mendengus geli kemudian menepuk telapak tangan yang candra ulurkan.
“minta nomor,” kata candra sembari menyerahkan ponsel pintarnya pada dalu. yang lebih tinggi segera meraih benda itu dan berkutat dengannya beberapa lama.
candra tidak memedulikan kegiatan pemuda di sampingnya dan hanya menikmati waktu seperti dia seorang diri di sana.
“nih,” celetuk dalu sambil mengulurkan ponsel pintar milik orang yang sudah berganti status menjadi temannya itu. “kalau butuh bantuan bilang aja,” lanjutnya. candra hanya menaikkan alisnya merespon ujaran dalu dan mengambil kembali barang miliknya.
“nggak boleh jutek-jutek. kasian kalau ada orang mau deketin langsung mundur,” kata dalu dengan nada menggoda.
“kenapa kamu nggak mundur?” tanya candra.
“nggak mau. cuma jutek doang kecil, yang penting manis,” jawab dalu.
candra melirik temannya dengan ekspresi datar, “nggak jadi temenan ayo.”
“bercanda. saya kemarin nemu akun kamu karena nyari akun orang lain kok, adek saya lagi curhat tentang crush-nya yang anak osis juga,” jelas dalu tanpa diminta. yang mendengarkan hanya manggut-manggut mendengar penjelasan dalu.
“pulang jam berapa?” tanya candra.
“nggak tau. saya udah capek duduk sih sebenernya,” jawab dalu.
candra ketawa pelan dengar jawaban dari teman barunya itu, “maaf, saya ada keperluan osis tadi. saya kira kamu juga nggak bakalan datang.”
“nggak bakal lah. saya suka yang manis-manis,” balas dalu.
“can you stop flirting to me, please?” tanya candra kesal setelah memutar bola matanya jengah.
kekehan gemas keluar dari bibir dali, “susah. kamu beneran manis banget, kata adek saya kamu juga manis. nggak cuma saya yang bilang.”
candra hanya bisa mendengus mendengar jawaban yang dalu lontarkan.
“enak ya punya adek?” tanya candra sambil menaikan kedua kakinya ke bangku.
“enak nggak enak sih. kadang pengen satu sekolahan biar mudah tapi nggak suka juga kalau sudah satu sekolahan,” jawab dalu. pemuda yang lain tertawa mendengarnya, nada yang dalu pakai saat menjawab pertanyaan darinya sedikit lucu.
“emang kenapa? kamu punyanya kakak?” tanya dalu.
“nggak. anak tunggal,” jawab candra.
dalu mengangguk-anggukan kepalanya, “oh... harapan satu-satunya ya?”
“itu kalau kamu main panah kamu dapet poin sepuluh,” ujar candra. tawa dari dalu terdengar keras setelah mendengar ujaran candra. karena tawa dari pemuda jangkung itu tak tunjung berhenti, akhirnya tangan candra melayang memukul pundak dalu jengkel, “apa sih?!”
“semangat ya!” seru dalu di sela tawanya. candra mendecih pelan kemudian tidak mengacuhkan seluruh suara yang dalu hasilnya di sebelahnya.
beberapa menit setelahnya tawa dari dalu reda juga. keadaan menjadi hening dan tidak ada yang berniat untuk memecahnya kembali.
langit sudah mulai gelap, candra berniat untuk meninggalkan tempat nyamannya saat jam menunjukkan pukul setengah tujuh malam nanti.
“belum mau pulang?” tanya dalu.
“sebentar,” jawab candra.
“ndra, kalau butuh pelarian panggil saya aja. mau kok saya,” celetuk dalu. “capek itu normal. nggak ada salahnya ngerasa berat,” lanjutnya.
candra terkekeh pelan, “tapi saya cuma perlu belajar. gitu kata papa saya?”
“cuma hidup aja butuh energi. sekecil apapun kegiatanmu di mata orang lain, yang ngerasain lelah itu kamu sendiri bukan orang yang ngomentari,” balas dalu. “kalau papa kamu bilang gitu. yaudah, sembunyiin aja perasaan kamu. saya tau susah untuk anak buat blak-blakan soal rasanya ke orang tua. seenggaknya kamu harus punya wadah, tempat di mana kamu bisa bilang capek,” lanjutnya.
“kamu mau?” tanya candra.
“mau apa?” tanya dalu kembali.
candra melirik dalu sekilas, “mau jadi wadah saya?”
“mau. saya wadah buat banyak orang kok. tapi mungkin kamu bakal dari penuang rasa favorit saya, soalnya kamu manis.”
“terserah.”
—g & j.