nightmare

cw // nightmare

cowok manis itu tersentak dari tidurnya sudah dengan air mata yang ngalir di kedua pipi. pikiran chenle kembali melayang ke mimpi buruknya–mungkin paling buruk yang pernah hadir. tangisan yang seingatnya dia tumpahin di mimpi kembali dia keluarin kuat-kuat.

chenle bungkam mulutnya kuat-kuat pakai boneka ketika dia ingat kalau hari sudah malam, takut-takut malah ngebangunin siapapun yang dengar.

“giovana.”

panggilan dari suara familiar yang hampir dia dengar setiap hari itu ngebuat tangisan chenle makin keras. semoga pagi nanti suaranya nggak habis karena nangis sekeras ini. chenle takut ngebangunin orang di luar kamarnya tapi dia lupa kalau yang lagi dia tangisin lagi tidur di sebelahnya.

“giovana, duduk. hei jangan ditutupin gitu nanti sesak,” ujar jisung sambil narik pelan boneka yang nutupin wajah chenle.

“gumelar,” panggil chenle di tengah tangisannya.

wajah chenle yang sudah bisa dilihat jelas itu jisung usap lembut, “iya, gumelar ini gumelar. duduk yuk? duduk dulu.”

dengan napas tersengal dan tangisannya yang nggak kunjung reda akhirnya chenle berhasil duduk.

“gumelar,” panggil chenle lagi.

“iya, gum ini,” balas jisung. kedua tangan chenle dia bawa untuk nangkup kedua pipinya. “gumelar ini gumelar di sini,” ujarnya.

chenle benturin dahinya di bahu cowok di depannya. baru dapat mimpi aja nangisnya sudah sekencang ini, gimana kalau tiba-tiba dunia memang maksa mereka harus pisah atau salah satunya memang mutusin buat nyerah kayak yang ada di mimpi chenle tadi.

“nggak boleh pergi! please, jangan! gue takut!” seru chenle sembari meluk leher jisung erat.

“nggak, nggak pergi. gue di sini terus,” balas jisung. rambut berantakan chenle dia usap juga pinggang cowok itu direngkuhnya erat.

“maaf maaf maaf,” lirih chenle.

jisung beri kecupan ringan di kepala dan leher chenle, “iya giovana...”

“takut,” lirih yang lebih tua lagi.

senyum kecut jisung kembangkan sebelum ngasih respon ke chenle, “iya, gum di sini.”

usapan di pinggang dan kecupan yang jisung beri perlahan ngebuat chenle bisa lebih tenang. perlahan jisung angkat tubuh yang lebih pendek ke gendongannya. selimut yang jatuh dari kasur juga dia ambil. langkahnya berlalu ke balkon kamar chenle, mutusin ke sana supaya chenle bisa dapat lebih banyak nyaman.

jisung posisiin tubuhnya dengan nyaman sebelum nutup tubuh keduanya dengan selimut. kedua tangannya meluk erat tubuh chenle dan dagunya dia tumpuin di kepala yang lebih tua.

angin malam yang berhembus ngasih hawa tenang untuk keduanya. tangisan chenle mulai reda setelah beberapa saat.

gummy,” panggil chenle setelah tangisannya berhenti.

“bi bi,” balas jisung sambil ngusak hidung keduanya pelan.

“gue pusing,” gumam chenle.

“iya lah nangis kayak gitu gimana nggak pusing coba?” balas jisung.

“guguk,” umpat chenle pelan. helaan napas kasar dia hembusin kemudian naruh pipinya di pundak jisung.

“kadang gue ngerasa aneh. kenapa gue nggak bisa lari ke orang-orang yang seharusnya gue jadiin tumpahan rasa? kenapa selalu elo?” tanya chenle pelan.

“karena gue yang bareng lo terus, bukan sombong ya. gue juga demikian, sama aja kita mah,” jawab jisung.

“lo jelek,” ucap chenle.

“soalnya abis panik tiba-tiba babi gue nangis padahal udah tidur,” kata jisung sambil ngelirik cowok di pangkuannya sekilas.

i'm sorry, baby,” ujar chenle.

jisung usap air mata yang masih ada di pipi chenle, “nggak papa, mimpi buruk ya?”

“iya, jelek,” jawab chenle. dia tautin jarinya dan jari jisung, “jangan pergi ya?”

jisung kecup lembut punggung tangan chenle, “gue usahain, oke?”

“iya,” balas chenle.

“minum yuk? tenggorokan lo kasian,” ajak jisung sambil berdiri dari duduknya. selimut yang mereka pakai cuma dia taruh di kursi balkon kemudian kakinya mulai ngelangkah ninggalin kamar chenle.

thank you ya gum,” gumam chenle.

my pleasure.”

—j.