malam dan hujan
tw // trauma , anxiety attack written in bahasa indonesia baku 1,8K words
throwback, saat chenle belum bertemu dengan dokter sama sekali. traumanya masih benar-benar kental dan belum ada pertolongan apapun dari pihak profesional.
waktu itu dia di rumah sendiri dan hujan. bodoh memang. hari itu dia lupa baca prakiraan cuaca dan tidak sadar kalau langit sudah menunjukkan tanda-tanda akan hujan karena terlalu sibuk dengan tugasnya. jisung sendiri juga sedang sibuk mengerjakan tugas di rumahnya sendiri.
saat hujan malam itu perlahan turun, perlahan tubuhnya juga ikut menegang. pikirannya kosong, terlalu terkejut tiba-tiba turun hujan. setelah sadar apa yang terjadi, dengan tubuhnya yang sudah bergetar dia paksakan untuk bangkit. langkah kakinya dia cepatkan ke arah kamar mandi untuk mengambil tabung oksigen portabel miliknya.
sialnya petir tiba-tiba menyambar padahal baru setengah jalan menuju kamar mandi baru chenle lalui. karena tidak kuat dengan suara petir yang setelahnya malah semakin semangat bersautan, chenle putuskan untuk dudukkan tubuhnya. telinga dia tutup serapat yang dia bisa hanya bermodalkan telapak tangannya sendiri.
“gumelar takut…” lirih chenle. kehadirannya serasa dikepung saat ini, napasnya makin sulit, dadanya sesak. chenle sudah menyerah, dia keluarkan semua ketakutannya dengan tangisan dan rintihan. masa bodoh kalau parahnya nanti kesadarannya terenggut untuk sementara karena napasnya yang makin berat. benar saja sekitar dua puluh menit chenle bertarung dengan dirinya sendiri akhirnya kesadarannya direnggut. semoga jisung datang malam ini, bukan besok pagi.
tidak nyaman, sedaritadi jisung tidak nyaman hanya untuk melanjutkan tugasnya. dia mendesah frustasi karena bingung sendiri dirinya kenapa.
umpatan keluar dari mulut jisung saat daerah rumahnya diguyur hujan. sekarang pukul setengah sebelas malam dan kemungkinan kalau daerah rumah chenle sudah diguyur hujan lebih cepat sangat besar. jisung cepat-cepat menghubungi sahabatnya itu dengan kaki yang terus dia hentakkan ke lantai. beribu umpatan keluar dari mulut pemuda jangkung itu saat pesan-pesan yang dia kirim tidak direspon sampai dua puluh menit.
jisung segera menyambar kunci motor dan dompetnya. buru-buru dia keluar dari kamarnya.
“bunda!” seruannya terhenti saat yang dipanggil ada di depan kamarnya dengan wajah panik. “iya ini ke vana,” ujar jisung sembari berlari kecil ke arah garasi.
“perasaan bunda nggak enak,” kata bunda. wanita paruh baya itu mengikuti anak semata wayangnya ke garasi.
“sama,” balas jisung. jas hujannya dia kenakan secepat mungkin dan bergegas membuka pintu garasi.
“hati-hati sayang,” ucap bunda saat anaknya sedang mengeluarkan motor. jisung tidak acuhkan sementara ucapan bunda, pagar rumahnya dia buka cepat dan kembali ke motornya di depan garasi.
“iya bunda,” balas jisung kepada ucapan bundanya tadi. “nanti aku kabarin ya, tenang,” lanjutnya. bunda anggukan kepalanya pelan.
“aku titip pintu ya nanti tolong tutupin mbak is,” kata jisung.
“iya,” balas bunda. dia lambaikan tangannya pelan, “hati-hati.”
“iya bunda, aku pergi,” kata jisung dan setelahnya dia melajukan motornya cepat.
sepanjang jalan umpatan terus dia suarakan karena sumpah petir banyak menyambar malam ini. beruntung jalanan sudah lumayan lengang jadi jisung sampai di rumah chenle lebih cepat.
saat sampai di rumah sahabatnya, pagar rumah chenle dia buka kasar dan langsung memarkirkan motornya di halaman. dia lepas jas hujannya sembarang sebelum berlari ke arah pintu utama. umpatannya lagi-lagi keluar saat kunci yang dia punya tidak bisa masuk. dia asumsikan kalau sahabatnya itu lupa melepas kunci yang tertancap dari dalam.
jisung putar otaknya cepat supaya dia segera bisa masuk ke dalam. kalau mau didobrak nanti tidak bisa ditutup kembali, apalagi saat ini hari sudah malam.
“pintu belakang pintu belakang,” gumam jisung sambil berlari ke arah pagar yang jadi penghalang halaman depan dan halaman belakang di rumah chenle. dia panjat pagar itu, beruntung memang pagar itu tidak terlalu tinggi dan mudah dipanjat. “van lo kuat lo kuat,” gumamnya sepanjang perjalanannya menuju pintu belakang.
sudah masa bodoh kalau sebagian tubuhnya basah kuyup karena dia harus ke halaman belakang. jisung langsung buka pintu belakang yang tersambung ke dapur dan berhasil. helaan lega jisung keluarkan karena akhirnya dia bisa masuk. pintu yang dia buka tadi langsung ditutup kembali sebelum berlari ke arah kamar sahabatnya.
“VAN! FUCK!” umpat jisung keras karena matanya benar-benar menangkap bagaimana tubuh chenle jatuh karena kesadarannya terenggut. jisung melepas kaos basahnya sebelum mengangkat tubuh lemas chenle untuk dibaringkan di kasur. “permisi, sayang,” izin jisung sebelum melepas beberapa kancing teratas piyama yang chenle gunakan. posisi kaki chenle dia tinggikan dengan beberapa bantal. jisung cek detak jantung pemuda itu untuk memastikan keadaan.
“giovana, giovana,” panggil jisung sambil menepuk pipi pemuda itu. “sayang, gumelar ini,” panggilnya lagi masih berusaha untuk menyadarkan sahabatnya. helaan napas leganya dia keluarkan lagi saat chenle membuka matanya perlahan.
“duduk,” perintah jisung lembut. dia bantu chenle untuk mendudukkan tubuhnya.
“peluk,” pinta chenle pelan yang langsung jisung kabulkan. “takut…” lirih chenle sambil tenggelamkan wajahnya di dada jisung.
“maaf ya sayang, maaf, maaf, maaf,” gumam jisung. dia eratkan rengkuhannya di tubuh chenle, sesekali memberi kecupan di pelipis pemuda itu.
tidak banyak kata keluar dari mulut keduanya. malam ini sunyi, hanya ditemani ketakutan chenle dan sentuhan dari jisung. aman dan nyaman yang chenle butuhkan segera terpenuhi dengan hadirnya jisung saat ini. sama halnya dengan jisung. jantungnya yang tadi berdetak tak beraturan perlahan mulai berdetak secara teratur lagi.
“dingin,” keluh chenle pelan ketika perasaannya sudah lebih nyaman.
“maaf, ini rada basah guenya. kaos gue basah makanya gue lepas,” jawab jisung.
chenle renggangkan pelukan mereka, “ehm? lo ke sini pake motor?”
“iya, tapi pakai jas hujan kok,” jawab jisung dengan kekehan di awalnya. “tadi lari ke pintu belakang makanya kena hujan,” jelasnya kemudian.
“oh? gue lupa cabut kunci, maaf ya…” lirih chenle.
“nggak papa,” balas jisung. dia tangkup pipi chenle, mata sayu itu dia tatap lembut. “udah, gumelarnya di sini,” ujar jisung sambil usap pipi putih itu.
“baby…” lirih chenle.
“hm?” gumam jisung. dia terkekeh pelan sebelum memberi kecupan dalam di dahi chenle.
wajah jisung ditangkup tangan yang lebih mungil. ibu jari chenle mengusap pelan mata sahabatnya yang sedikit berair, dia tahu kalau jisung menahan untuk menangis. “mau nangis? nangis aja...” lirih chenle. gelengan dari sahabatnya dia terima. chenle kembangkan senyum manisnya tanggapi gelengan dari jisung, “maaf ya bikin panik.”
“nggak masalah,” balas jisung. dia usap lembut dahi chenle sebelum dikecup lagi. “sesek nggak?” tanya jisung setelahnya.
chenle mengangguk pelan, “sedikit.”
“gue ambilin oksigen lo bentar,” kata jisung. dia lepas rengkuhannya kemudian berlalu cepat ke kamar mandi untuk mengambil tabung oksigen portabel milik chenle, sekalian menaruh kaos basahnya di kamar mandi dan mengganti celananya yang juga basah sebagian. jisung langsung berikan benda itu ketika dia kembali. jisung usap rambut pemuda di hadapannya ketika dahi chenle mengkerut karena hujan yang terdengar lebih deras.
“mau ke ruang tengah aja? minum teh manis yuk?” ajak jisung saat chenle menaruh tabung oksigennya di nakas.
“iya—”
chenle tarik pinggang jisung dan sembunyikan wajahnya di perut pemuda itu karena petir yang kembali menyambar.
“nggak mau tidur di kamar,” lirih chenle.
“tidur di sofa depan tv aja oke?” tawar jisung yang ditanggapi anggukan oleh chenle. tawa kecil jisung keluarkan, “oke ayoo!”
dia angkat tubuh sahabatnya kemudian meraih selimut yang akan jadi penghangat mereka malam ini.
“gum…” panggil chenle.
“ya?” balas jisung lembut. selimut yang dia ambil tadi sekarang tersampir di pundaknya. jisung tolehkan kepalanya ketika selimut yang tadi hanya menutupi sebagian tubuhnya sekarang ditarik chenle sehingga seluruh tubuh bagian atas keduanya tertutup.
“dingin nanti,” cicit chenle. pipinya dia sandarkan di kepala sahabatnya masih dengan kedua tangan yang memegang selimut tebal itu agar tidak jatuh.
“cium dulu dong,” ujar jisung sambil memiringkan kepalanya. tawa gemas dari jisung menggema ketika pipi kanan pemuda itu dikecup lembut oleh chenle. “lesgo minum teh maniis!” serunya kemudian melangkah keluar menuju dapur. lampu kamar chenle tidak lupa juga dimatikan sebelum kaki jisung benar-benar membawa mereka pergi.
jisung cekatan membuat satu cangkir teh manis hangat saat sampai di dapur. dia dudukan tubuh chenle di kursi meja makan agar chenle bisa menikmati tehnya lebih nyaman.
“sayang,” panggil jisung yang hanya dibalas gumaman oleh chenle. “berani sendirian di sini nggak? gue mau masukin motor ke garasi sebentaar aja,” tanyanya.
“iya nggak papa, mau gimana?” jawab chenle. dia berikan senyum tipisnya ke jisung, “sana. gue nggak papa.”
jisung mengangguk pelan, “oke. sebentar ya, gue ngebut.”
“iyaa…” balas chenle geli.
jisung berlari cepat ke garasi setelahnya, chenle yang menyaksikannya hanya tertawa kecil. dia habiskan cepat tehnya dan langsung membawa gelas kosongnya ke tempat cuci piring. setelahnya chenle segera berlalu ke ruang tengah dengan selimut di pundaknya.
“gum,” panggil chenle saat sahabatnya muncul dari arah garasi.
“oh, udah selesai minum tehnya? habis?” tanya jisung. chenle hanya anggukan kepalanya. sisi sofa yang masih kosong ditepuknya, memberi perintah halus ke jisung untuk duduk di situ.
“gum,” panggil chenle lagi.
“apa siiih? sini baringan,” balas jisung sembari menata bantal sofa supaya nyaman sebagai alas kepalanya berbaring.
jisung tarik pinggang chenle pelan supaya tubuh keduanya bisa lebih dekat. yang lebih jangkung membaringkan tubuhnya lebih dahulu kemudian baru disusul chenle. pundak jisung digunakan sebagai tumpuan kepala chenle berbaring malam ini.
pelukan saling mereka beri guna beri nyaman lebih banyak untuk masing-masing. tangan chenle memeluk erat leher pemuda jangkung itu sedangkan tangan jisung sudah merangkul nyaman bahu chenle. pinggang dan punggung chenle sesekali jisung usap lembut.
“lo telanjang dada gini nggak papa?” tanya chenle pelan.
“nggak papa lah,” jawab jisung dengan kekehan geli di akhir kalimat. dia tarik meja yang ada di sebelah mereka mendekat. “gue nyebat ya?” izin jisung.
“iya.”
dengan persetujuan yang didapat, jisung langsung mengambil satu batang rokok dari kotak rokoknya yang tadi dia taruh di meja. dia bakar ujung rokok yang sudah diapit di bibirnya itu.
“anxious?” celetuk chenle.
jisung mengangguk kecil, “banget. sekarang udah nggak, tinggal sedikit.”
“maaf ya? gue lupa baca prakiraan cuaca,” ucap chenle. tulang selangka pemuda jangkung itu chenle kecup lembut.
“it's okay, gue juga lupa. nggak papa, kecelakaan,” kata jisung kemudian menghisap rokoknya.
chenle tatap dalam wajah tampan pemuda jangkung itu. dia akui kalau sahabatnya ini terlihat lebih tampan kalau sedang merokok. entah mengapa cara jisung menghisap rokok dan menghembuskan asapnya sangat menarik di mata chenle, orang lain pasti juga akan setuju.
jisung palingkan kepalanya sebelum menghembuskan asap rokok dari dalam mulutnya supaya tidak mengenai wajah chenle. “udah ngantuk belum?” tanya jisung. dia tatap mata chenle yang juga menatapnya dari tadi. senyum tipis jisung kembangkan sembari merapikan poni pemuda itu.
“belum, mau nemenin lo nyebat aja,” jawab chenle.
jisung tertawa pelan, “tiga batang boleh?”
“boleh, lo kayaknya cemas banget. gue rasa lo butuh semua yang lo butuhin,” jawab chenle. dia tepuk dada polos itu sebelum bersandar di situ.
“emang apa aja yang gue butuhin?” tanya jisung setelah menghembuskan asap rokoknya lagi.
“rokok, sama gue,” jawab chenle pelan.
jisung tertawa pelan. benar jawaban yang chenle sampaikan, rokok dan pemuda manis di dekapannya. “kalau lo apa?” tanya jisung kemudian.
“cuma elo doang, lo semuanya buat gue,” jawab chenle. dia hembuskan napasnya kemudian kembangkan senyum tipis, “ibaratnya lo tuh all in one gitu. bisa jadi adik, kakak, sahabat, sering gantiin posisi mama papa juga, jadi babu—”
“anjing.”
chenle ketawa kemudian mendongak untuk melihat ekspresi pemuda jangkung itu. “jadi babu banyak pahalanya tau,” katanya.
“nggak peduli yang pasti gue nggak nerima gaji,” protes jisung.
“gaji mulu lo bahas. itu cinta-cinta gue gaji buat elo,” kata chenle.
jisung mendecih sebelum membalas sahabatnya, “dih, cinta nggak bikin gue kenyang.”
“dih.”
jisung tertawakan wajah masam chenle. rokoknya yang sisa setengah dia tekan ke asbak untuk mematikan benda itu.
“udahan?” tanya chenle.
“mau bobok aja sama giovana,” jawab jisung. dia tarik kepala chenle ke dadanya. “giovana menang kalau lawan rokok lah,” lanjutnya.
“dasar,” gumam chenle dengan decihan di akhir. pemuda itu memberi kecupan dalam di bahu jisung.
“goodnight boy, thank you.”